Tuesday, January 04, 2005

Chapter 1-6 The Disturbance

Apakah aku ini sudah menjadi penjilat?
Apakah salah mengerjakan segala sesuatu sesuatu dengan benar?
Mengapa mata-mata orang-orang itu seperti tidak rela dan menganggap yang kulakukan ini dosa? Hanya karena mereka tidak bisa konsisten?
Ali termenung sendiri diatas karpet kecil favoritnya. Setiap hari pulang dari kantor, karpet kecil berukuran 2 x 3 itu jadi tempat pertapaannya. Bersandar pada guling dan kaki tempat tidur, bisa 5 jam Ali disana setiap hari menonton TV, film bermutu dari DVD-DVD bajakan yang bisa dibeli di kaki lima, ataupun main game di computer.
Gamenya yang dimainkan tidak pernah berubah. Game manajemen sepakbola yang sudah kuno dari jaman kuliahan. Saking seringnya Ali main, ia sudah sampai musim 2015-2016. Pemain-pemain muda yang sekarang terkenal seperti Christiano Ronaldo bahkan sudah jadi pelatih atau pensiun berlibur di Hawaii.
Bagi Ali pekerjaannya di kantor menuntut konsistensi yang tinggi. Man management adalah sebuah seni yang membutuhkan image yang kuat. Bukan hanya kecerdasan, bukan hanya inovasi dan perbaikan tapi yang tersulit adalah mengendalikan perilaku diri sendiri. Nol besar jika mengharuskan orang lain untuk disiplin tanpa ada disiplin pribadi. Maka jadilah Ali sosok yang punya dua kehidupan.
Kehidupan yang menuntut kesempurnaan perilaku di kantor, dan kegelapan yang menyelimuti setelahnya. Tidak ada yang pernah tahu bahwa ia sering pingsan, pikirannya yang kacau dan berkejaran. Bahwa malam menjelma menjadi kuasa jahat yang menyeretnya dalam barisan setan dan dia tak berdaya menghadapinya.
Seperti diingatkan, kegelapan kembali menyergap dirinya dengan tiba-tiba. Dengung dengan frekuensi rendah yang semakin lama semakin keras. Pandangannya gelap pekat. Tubuh mengerjang, otot-otot berkontraksi, menggelepar dalam diam, dan suara-suara, dan perasaan jatuh ke dasar yang hampa, dan segalanya terulang kembali seperti film yang diputar balik satu chapter.
Ia telah tersiksa.
Ia hanya bisa pasrah.