Sunday, June 26, 2005

2-2 The Message

Segalanya menjadi tidak dapat aku mengerti. Seketika aku menjadi orang yang benar-benar berbeda. Dunia seperti 2 kali lebih berwarna. Perspektif dari 4 dimensi. Semua yang menjadi pertanyaan terjawab dengan tiba-tiba. Aku bahkan bisa menghitung perkalian 5 digit dalam hitungan detik.

Entah apa yang terjadi, sejak aku meninggalkan ruangan rumah sakit itu segalanya telah berubah drastis. Aku tidak bisa bertemu dengan semuanya. Mereka semua dimataku telah berubah. Seperti ada suara-suara dari kepala, seperti aku dapat membaca semua pikiran setiap orang yang aku jumpai.

Sekarang aku ada di Bali, menenangkan diri. Tapi tidak bertemu keluargaku. Hanya ingin kembali ke suasana dimana aku dibesarkan. Sudah lebih dari 3 hari aku tidak menghubungi siapapun. Dan akhirnya kuputuskan untuk menghubungimu. Mungkin hanya kamu orang yang bisa mempercayai hal-hal seperti ini.

Mungkin aku sudah jadi makhluk aneh, mutan, vampire tapi tanpa haus darah. Atau cuma sekedar Schizoprenia? Atau kerasukan Iblis? Atau apa Rie...

Sunday, April 17, 2005

Chapter 2-1 After Math

"The number you are calling are not reachable or remain in the distance area"
Suara menyebalkan itu terdengar berulang-ulang saat Rie dengan putus asa mencoba menghubungi telepon selular Nicholas. Sudah dua hari sejak kejadian pingsan yang menghebohkan dan kepergian Nic dari rumah sakit yang menggemparkan seisi kantor.

Suara yang menyatakan bahwa Nicholas sudah kerasukan setan ataupun disantet rekan kerjanya semakin santer terdengar di kantornya. Teman-teman Rie dari Surabaya berulang kali mencoba mencari dan menghubungi orang-orang yang mungkin mengetahui keberadaannya namun tidak satupun petunjuk mengenai keberadaannya.

Fairy memasangkan HPnya ke craddle dan kemudian mencapkan kabel dari craddle ke port LPT untuk menggunakannya sebagai modem.

Sambil merebahkan diri di kursi komputer di kamarnya ia mengetikkan site email provider untuk membuka email. Ia ingin menanyakan khabar terbaru mengenai Nicholas, mungkin teman-temannya ada perkembangan yang lebih baik dari dirinya.

Dan satu email membuatnya terjaga.

Sender : Nicholas Prawira Diningrat
Title : Rie, help me please

Message :
Ini hari ketiga sejak kepergianku dari rumah sakit...

Thursday, February 10, 2005

Chapter I-9 The beginning

Nic tersentak, suara itu adalah suara yang sama dengan yang berbicara padanya pada saat ia disergap kegelapan, saat ia tersiksa, saat semuanya menjadi tidak ia mengerti. Suara yang meredakan rasa sakit sekaligus menyiksanya dalam ketidak mengertian. Suara yang timbul tenggelam seperti melakukan koneksi telepon genggam saat tidak ada sinyal.
Dan kini suara itu bicara kepadanya dalam kejernihan yang mutlak, saat ia terbaring tanpa daya, saat kegelapan hanya diterangi sinar berpendar dari sosok wanita itu.
"Dan akhirnya kita bertemu, satu penjagaan yang lama dan mengkhawatirkanku. Akhirnya tubuhmu pun tak dapat menolak takdir atas dirimu?"
"Siapa kau?", Nic terhenyak dengan suaranya sendiri. Tak menyangka bahwa ia akan dapat berbicara.
"Akulah orang yang selama ini mencoba berbicara kepadamu, namun pikiranmu masih menolak keberadaanku", jawab wanita itu tanpa menggerakkan bibir sama sekali. Sepertinya ia bicara melalui telepati, percakapan tanpa kata yang terucap.
"Mengapa kau bisa ada disini? Apakah aku telah mati? Apakah kau malaikat? Bukannya malaikat akan bicara saat aku sudah dikubur? Bukannya mereka akan bertanya siapa Tuhanku? Bukannya mereka akan membawa cemeti yang besar yang akan mencambukku jika jawabanku salah?"
Wanita itu tersenyum.
"Mati atau hidup adalah masalah definisi, saat ini kau dalam keadaan tidak mati, namun nantinya bukan juga hidup menurut definisimu?"
"Lalu aku apa? Hantu? Jin? Apakah aku mati penasaran. Hei, aku tidak mati bunuh diri ataupun mati karena putus cinta. Aku tidak penasaran terhadap siapapun. Aku tidak mau balas dendam kepada siapapun."
"Kau adalah kau, bukan hantu bukan jin, bukan arwah penasaran. Hanya mengalami perubahan mendasar terhadap cara kerja tubuh manusiamu"
"Perubahan seperti apa? Apa aku akan jadi mutan?", dalam pikirannya ia akan menjadi salah satu tokoh XMEN yang bisa menembakkan laser dari matanya.
Wanita itu tertawa. Tawa yang dingin namun terasa merdu.
"Hahaha, yah jika menurut definisimu manusia yang bermutasi itu mutan, maka benar kau adalah mutan. Tapi tidak bisa menembakkan laser seperti yang kau pikirkan", wanita itu tersenyum.
Sekali lagi Nic tersentak. Wanita itu bisa membaca pikirannya.
"Bagaimana bisa kau membaca pikiranku? Aku tidak mengatakan mutan seperti itu?"
"Apakah saat ini kau sedang berbicara anak muda? Apakah lidahmu berbicara? Apakah aku juga berbicara? Kita sedang berkomunikasi. Dan bicara dengan suara tu adalah komunikasi yang paling primitif. Kita sudah jauh melampaui itu. Otak depan kita sudah bermutasi, jauh ke depan melewati evolusi peradaban manusia modern. Kita bicara dengan gelombang otak, yang disebut manusia modern di jaman ini dengan telepati"
Kali ini Nic termenung. Semuanya sudah membuat ia tak dapat lagi berpikir. Keseluruhan adegan ini seperti puncak dari segala kebingungannya atas semua yang terjadi pada dirinya selama ini.
" Dan lalu kau siapa? Anggota persekutuan mutan yang datang untuk menjemputku sebagai anggota?", tanya Nic dengan tertawa sinis, dalam kesakitanpun selera humornya tak pernah mati.
"Ya, bisa jadi seperti itu", sahut wanita itu sambil tersenyum.
Tiba-tiba sosok tubuh wanita itu menjadi meredup.
Wanita itu gelisah, menoleh kea rah belakang dan tiba tiba beranjak pergi. Tubuhnya sudah redup, yang tersisa adalah kegelapan abadi.
"Hai, jangan pergi !!, teriak Nic putus asa.
"Aku akan menghubungimu lagi, banyak hal yang harus kita bicarakan", suara wanita itu terdengar menjauh.
Tiba-tiba ruangan itu menjadi terang, Nic membuka matanya sedikit kesilauan. Masih tidak sadar dengan apa yang sedang terjadi. Yang pertama kali dilihatnya adalah sosok-sosok berjubah hijau dan seorang pria berpakaian putih.
"Berikan suntikan 10 mg, dan bawakan alat pemacu jantung", teriak pria tersebut.
Nic baru sadar ia ada di ruang yang sepertinya rumah sakit. Entah bagaimana ia merasa tenaganya pulih, ia langsung bangkit duduk dan membuat seluruh staf rumah sakit terkejut. Seorang suster bahkan terpekik mundur dan menabrak meja dorong sehingga jatuh berkelontangan.
"Ada apa ini?", Nic melihat banyak kabel ditempelkan di tubuhnya. Segera ia menariknya lepas diiringi pekikan dari para suster di ruangan tersebut.
"Dik, jangan dilepas. Apa yang kamu lakukan?"
" Saya tidak apa apa Dok, saya hanya ingin pulang"
Begitu detector detak jantung dilepas, encepalograph menampilkan garis luruh dan bunyi tuut yang panjang seperti di film-film menandakan orang tersebut sudah meninggal. Sekali lagi suster-suster itu tersentak.
"Kamu tidak boleh pulang, kamu masih sakit"
"Saya tidak sakit Dok. Saya yang merasakah kalau ada tubuh saya yang sakit. Saya hanya ingin pulang", terakhir Nic mencabut infus dengan menyeringai menahan sakit kemudian beranjak turun dari tempat tidur.
"Lihat saya tidak apa-apa kan?", tegasnya sambil memandangi mata dokter tersebut.
Dan seperti terkena hipnotis dokter tersebut mengangguk lalu melangkah mundur. Suster-suster hanya bisa terdiam, heran dengan apa yang telah terjadi. Mereka menyerbu masuk karena denyut jantung sudah menunjukkan tingkat yang kritis, jauh dibawah normal sehingga alarm berbunyi menandakan ada pasien yang kritis.
Nic melangkah keluar diikuti pandangan yang heran dan takut. Tidak ada yang mengikutinya pergi keluar dari kamar tersebut. Nic terus melangkah hingga keluar ke halaman rumah sakit. Menyetop sebuah taxi dan melaju meninggalkan rumah sakit yang merasa kecewa karena seorang pasien telah sembuh meninggalkannya.


Wednesday, February 09, 2005

Chapter I - 8 Rendez vous

Nic terbaring dalam ketiadaan, yang ada hanyalah pekat dan sunyi. Seluruh tubuhnya seperti mati rasa, hilang otoritas dan kendali atas semuanya. Lamat-lamat di kejauhan ia mendengar dengungan ritmis, mengikuti detak jantungnya.
Tiba-tiba ia terhentak, sesosok tubuh berpendar berdiri tidak jauh dari tempat ia berbaring. Sosok itu pucat seperti dirinya, berpendar kontras dgn kegelapan yang menyelimutinya. Ia seperti mengenali sosok tersebut, seorang wanita berwajah cantik namun dingin dan selalu berbaju hitam.
Dia !! Sang gadis misterius.
Sosok tubuh itu mendekat, hanya satu langkah dan dia kini sudah berdiri di sampingnya.
Kau telah jatuh

Tuesday, February 08, 2005

Chapter 1-6 The Unmasked

Kantor gempar.
Seorang system engineer tiba-tiba pingsan dengan tubuh mengerjang saat mempresentasikan proyek pengembangan sistem. Tubuhnya ekstrem dingin, pucat dengan urat-urat biru menyembul halus dan detak jantung hampir tidak dapat dideteksi. Suara ambulan yang keluar dari divisi health care menyebabkan produksi sempat berhenti beberapa menit. Seluruh kantor membicarakan kejadian tersebut. Semakin lama ceritanya semakin tidak benar. Ada yang bilang Nic epilepsi, ada yang bilang keracunan makanan, ada yang bilang Nic kemasukan roh pabrik yang tahun ini belum mengambil jatah tumbal. Yang pasti snack meeting pagi itu tidak tersentuh.
Dokter tidak dapat memberikan diagnosa, sementara Nic dinyatakan koma. Seluruh alat bantu kehidupan dipasangkan di tubuhnya. Nic berbaring dengan wajah sangat pucat, hampir-hampir seperti mayat. Di luar kaca jendela ICU, beberapa rekannya berseragam kantor masih membicarakan kejadian yang terjadi.
"Tidak mungkin Nic epilepsi, pasti ada gejalanya. Biasanya tidak pernah terjadi apa-apa kan?", seorang perempuan berbicara dengan berbisik-bisik.
"Kalau menurutku kayaknya sih, yang diomongin pak Haji tadi benar. Dia pasti kesurupan, ototnya bisa mengerjang seperti itu. Tadi juga ada yang bilang matanya seperti membara saat melotot", sahut rekan yang lain.
"Sayang, padahal sedang lagi naik daun karirnya. Pasti hal kayak gini jadi pertimbangan kan? Tidak mungkin kan memberikan kepercayaan ke orang yang punya kelainan kayak gini. Semestinya manajemen mengambil ini sebagai pertimbangan", seorang yang lain menambahkan.
Ada sedikit nada kepuasan pada ucapannya. Seperti mengatakan bahwa ia nantinya siap untuk mengambil Nich projek yang sedang dijalankan.
ICU Room, 23.47
Nic masih terbaring pucat. Kali ini ia sendiri. Jam berkunjung telah lewat hampir tiga jam yang lalu. Ruangan ICU hampir seperti museum. Sunyi. Hanya suara halus mesin penyangga kehidupan yang secara ritmis memenuhi udara yang berbau alkohol.
Dokter di rumah sakit sudah angkat tangan, fenomena ini tidak pernah mereka temui sebelumnya. Denyut jantung turun hingga seperempat, haemoglobin hampir menginjak titik kritis bila tidak disupport oleh infus dan secara tiba-tiba naik ke tingkat yang dua kali normal saat supply darah diberikan. Denyut nafasnya sangat halus sehingga hampir-hampir tidak bernafas. Suhu tubuh turun hingga menyamai suhu tubuh seekor ular. Dari luar Nic seperti bayi ketuaan yang tidur di dalam inkubator dengan berbagai macam selang ditancapkan di tubuhnya. Ruangan itu sunyi, terisolasi, tampak mati. Satu-satunya tanda kehidupan adalah alat pantau denyut jantung, dan keranjang buah-buahan dan bunga-bunga yang bertuliskan semoga lekas sembuh.
Beberapa anggota keluarnya menunggu di ruangan tunggu ICU. Letih, mengantuk, mata sembab setelah seharian menangis. Tak pernah ada yang tahu ketika pintu ICU membuka sesaat kemudian tertutup lagi. Seperti angin melewati celah karang. Dan tak pernah ada yang sadar bahwa sesosok tubuh telah berdiri diujung dalam ruangan isolasiyang pencahayaannya temaram itu, memandang tubuh Nic yang terbaring lemah tanpa tanda tanda akan hidup.

Tuesday, January 04, 2005

Chapter 1-6 The Disturbance

Apakah aku ini sudah menjadi penjilat?
Apakah salah mengerjakan segala sesuatu sesuatu dengan benar?
Mengapa mata-mata orang-orang itu seperti tidak rela dan menganggap yang kulakukan ini dosa? Hanya karena mereka tidak bisa konsisten?
Ali termenung sendiri diatas karpet kecil favoritnya. Setiap hari pulang dari kantor, karpet kecil berukuran 2 x 3 itu jadi tempat pertapaannya. Bersandar pada guling dan kaki tempat tidur, bisa 5 jam Ali disana setiap hari menonton TV, film bermutu dari DVD-DVD bajakan yang bisa dibeli di kaki lima, ataupun main game di computer.
Gamenya yang dimainkan tidak pernah berubah. Game manajemen sepakbola yang sudah kuno dari jaman kuliahan. Saking seringnya Ali main, ia sudah sampai musim 2015-2016. Pemain-pemain muda yang sekarang terkenal seperti Christiano Ronaldo bahkan sudah jadi pelatih atau pensiun berlibur di Hawaii.
Bagi Ali pekerjaannya di kantor menuntut konsistensi yang tinggi. Man management adalah sebuah seni yang membutuhkan image yang kuat. Bukan hanya kecerdasan, bukan hanya inovasi dan perbaikan tapi yang tersulit adalah mengendalikan perilaku diri sendiri. Nol besar jika mengharuskan orang lain untuk disiplin tanpa ada disiplin pribadi. Maka jadilah Ali sosok yang punya dua kehidupan.
Kehidupan yang menuntut kesempurnaan perilaku di kantor, dan kegelapan yang menyelimuti setelahnya. Tidak ada yang pernah tahu bahwa ia sering pingsan, pikirannya yang kacau dan berkejaran. Bahwa malam menjelma menjadi kuasa jahat yang menyeretnya dalam barisan setan dan dia tak berdaya menghadapinya.
Seperti diingatkan, kegelapan kembali menyergap dirinya dengan tiba-tiba. Dengung dengan frekuensi rendah yang semakin lama semakin keras. Pandangannya gelap pekat. Tubuh mengerjang, otot-otot berkontraksi, menggelepar dalam diam, dan suara-suara, dan perasaan jatuh ke dasar yang hampa, dan segalanya terulang kembali seperti film yang diputar balik satu chapter.
Ia telah tersiksa.
Ia hanya bisa pasrah.