Friday, December 17, 2004

Chapter I-5 What's the matter with you?

Suasana kantor di HO lantai empat bank BUMN terbesar di negeri ini itu seperti biasa tampak lengang pada jam-jam istirahat seperti saat ini. Lampu ruangan sebagian dimatikan sehingga ruangan tampak tidak terlalu terang. Sebagian besar karyawan keluar kantor untuk makan siang karena tidak ada jasa katering dari perusahaan. Area di kawasan ini Segitiga Emas terlalu mahal permeter perseginya jika hanya untuk dibuat ruang makan untuk karyawan. Mungkin juga perusahaan tidak mau disusahkan oleh selera makan para karyawannya yang sepertinya high taste sesuai dengan gaya hidup mereka

Hanya ada beberapa orang yang masih di depan komputer. Orang-orang yang sudah memesan makan siang mereka lewat Office Boy, dibungkus, sekedar untuk makan mie pangsit atau nasi padang yang dibelikan di sekitar area gedung itu. Atau gadis-gadis yang menganggap makan siang itu adalah dosa untuk program diet mereka. Beberapa karyawati asyik mengobrol sambil tangannya memencet tombol-tombol HP masing-masing. Sesekali tertawa cekikikan mendengarkan curhat seorang yang lain tentang kisah kencan tadi malam dengan pacarnya.

Di satu bilik partisi nampak seorang gadis asyik menghadap layar komputer, tangannya lincah menekan tombol mouse membuka halaman yang satu kemudian membuka window baru untuk melihat halaman lain. Sebuah komunikasi tanpa suara, melintas batas dimensi dengan memanfaatkan teknologi. Pandangannya sedang tertuju ke sebuah paragraf pesan dari sebuah website virtual friend yang sangat populer.

Scorpionic
Message :
Being a vampire may be just an undefinable desire for me. Why you ask that anyway? May be you right Rie, like you ever said to me that I imagined everything too much hahaha...
About that vampire things. That Louis and Lestat legend. Their brain grows just perfect. Their wisdom leap us. Their mind just so much beautiful. The way they go stronger by age. The way they manipulate your minds, playing with our unconciousness. The thing that no human is compare to them. It just offering so much. Ironicly, they have to kill someone just to stay alive. And how Louis fight himself about that is one of my most interest.
You know how i love things about beautiful minds, don't you?

By the way, something weird is happening to me again this late days Rie. I dont know what it is. I just could not sleep. I always haunted by something. It always bothers my mind wherever I go, whatever I do. And I fainted again yesterday. This fear is killing me. I think I should go to a psychiatrist. May be i am loosing my sanity
Hahaha, just forget that. Nothing sane in this world anyway

Rie termenung, jawaban yang menurutnya tetap tidak bisa menjawab pertanyaannya meski terakhir kali ia menanyakan itu hanya untuk sekedar ingin tahu. Kadang ia tidak pernah bisa menebak pikiran dari pengirim pesan itu. Meski sudah hampir tujuh tahun mereka berteman sejak masa kuliah dulu. Baginya ia salah satu teman yang unik, tidak biasa. Seseorang yang terlalu bermain dengan pikirannya sendiri. Rie tidak pernah bisa terlalu dekat dengannya dan memang tidak pernah memikirkan hal tersebut. Tapi kadang kadang diantara mereka seperti mengerti pemikiran masing-masing.

Lampu ruangan sesaat kemudian menyala semua, serombongan karyawan terlihat keluar dari lift dan berjalan menuju meja kerja masing masing. Jam istirahat sudah lewat 10 menit. Rie menutup semua aplikasi internetnya setelah sebelumnya menutup login dari website tersebut. Atasannya sedang berjalan masuk di ujung koridor. Itu berarti waktunya untuk kembali bekerja. Atau setidaknya terlihat sedang bekerja









Wednesday, December 08, 2004

Chapter I-4 The Watcher

Seperti malam malam sebelumnya, Jakarta diguyur hujan deras malam hari itu. Butiran butiran air sebesar biji jagung menumbuk atap genteng perumahan kampung menimbulkan suara seperti orang berlatih bermain drum. Permainan dengan irama beat sangat cepat dan progresif. Sesekali melemah kemudian kembali memainkan beat dengan sangat kuat. Hujan beberapa jam sudah cukup untuk membuat Jakarta mulai terendam air. Saat itu jalanan aspal sudah tertutup lapisan air keruh setinggi lutut.

Jalanan tampak sangat sepi dan gelap.
Orang-orang lebih memilih untuk tidur di kasur mereka yang nyaman, atau bermalas-malasan di kursi sofa menonton televisi, ataupun sekedar menghabiskan waktu mereka di rumah yang hangat dan kering.

Tidak ada yang menyadari keberadaan sesosok tubuh semampai menggunakan pakaian setelan gelap - sepatu bot tinggi langsing warna hitam, jeans warna hitam gelap, kaos yang tertutup jaket hitam kecoklatan ramping namun cukup panjang hingga diatas lutut - berjalan di tengah hujan. Rambut diikat satu, dan kacamata hitam berbingkai persegi terpasang anggun. Sosok itu seperti tidak peduli dengan dinginnya malam. Menggunakan payung yang juga berwarna gelap, berjalan dengan angkuh ke arah warung dimana terlihat beberapa orang sedang berteduh untuk sekedar menghangatkan tubuh dengan kopi, atau minuman jahe.

Jarak beberapa langkah orang-orang di warung itu mulai menyadari dan memperhatikan sosok wanita jangkung yang terkesan misterius dengan pakaian hitam yang ia gunakan. Sosok itu terus melangkah melewati warung tanpa balas melihat, melirik ke dalam dimana ia sesaat memperhatikan seorang pemuda sedang menikmati makanannya dengan asap yang masih mengepul menandakan baru saja diangkat dan disajikan. Pemuda itu tiba-tiba merasa sangat terusik, dan menoleh cepat.

Sepersekian detik mereka bertatapan.
Hanya sepersekian detik.

Dan gadis itu kembali meluruhkan pandangan ke depan dengan dingin berjalan meneruskan langkah diikuti pandangan orang-orang yang nongkrong di depan warung. Pandangan penuh menyelidik bercampur dengan keinginan lain yang tersembunyi.

Sesuatu bergerak di dada pemuda itu, rasa yang aneh, rasa kegelapan yang akhir-akhir ini semakin ia rasakan. Rasa seperti selalu diawasi. Rasa seperti kerinduan terhadap sesuatu yang tidak mungkin bisa dilepaskan.
Entah kenapa, tiba-tiba saja rasa laparnya hilang.