Wednesday, December 08, 2004

Chapter I-4 The Watcher

Seperti malam malam sebelumnya, Jakarta diguyur hujan deras malam hari itu. Butiran butiran air sebesar biji jagung menumbuk atap genteng perumahan kampung menimbulkan suara seperti orang berlatih bermain drum. Permainan dengan irama beat sangat cepat dan progresif. Sesekali melemah kemudian kembali memainkan beat dengan sangat kuat. Hujan beberapa jam sudah cukup untuk membuat Jakarta mulai terendam air. Saat itu jalanan aspal sudah tertutup lapisan air keruh setinggi lutut.

Jalanan tampak sangat sepi dan gelap.
Orang-orang lebih memilih untuk tidur di kasur mereka yang nyaman, atau bermalas-malasan di kursi sofa menonton televisi, ataupun sekedar menghabiskan waktu mereka di rumah yang hangat dan kering.

Tidak ada yang menyadari keberadaan sesosok tubuh semampai menggunakan pakaian setelan gelap - sepatu bot tinggi langsing warna hitam, jeans warna hitam gelap, kaos yang tertutup jaket hitam kecoklatan ramping namun cukup panjang hingga diatas lutut - berjalan di tengah hujan. Rambut diikat satu, dan kacamata hitam berbingkai persegi terpasang anggun. Sosok itu seperti tidak peduli dengan dinginnya malam. Menggunakan payung yang juga berwarna gelap, berjalan dengan angkuh ke arah warung dimana terlihat beberapa orang sedang berteduh untuk sekedar menghangatkan tubuh dengan kopi, atau minuman jahe.

Jarak beberapa langkah orang-orang di warung itu mulai menyadari dan memperhatikan sosok wanita jangkung yang terkesan misterius dengan pakaian hitam yang ia gunakan. Sosok itu terus melangkah melewati warung tanpa balas melihat, melirik ke dalam dimana ia sesaat memperhatikan seorang pemuda sedang menikmati makanannya dengan asap yang masih mengepul menandakan baru saja diangkat dan disajikan. Pemuda itu tiba-tiba merasa sangat terusik, dan menoleh cepat.

Sepersekian detik mereka bertatapan.
Hanya sepersekian detik.

Dan gadis itu kembali meluruhkan pandangan ke depan dengan dingin berjalan meneruskan langkah diikuti pandangan orang-orang yang nongkrong di depan warung. Pandangan penuh menyelidik bercampur dengan keinginan lain yang tersembunyi.

Sesuatu bergerak di dada pemuda itu, rasa yang aneh, rasa kegelapan yang akhir-akhir ini semakin ia rasakan. Rasa seperti selalu diawasi. Rasa seperti kerinduan terhadap sesuatu yang tidak mungkin bisa dilepaskan.
Entah kenapa, tiba-tiba saja rasa laparnya hilang.

No comments: