Tuesday, February 08, 2005

Chapter 1-6 The Unmasked

Kantor gempar.
Seorang system engineer tiba-tiba pingsan dengan tubuh mengerjang saat mempresentasikan proyek pengembangan sistem. Tubuhnya ekstrem dingin, pucat dengan urat-urat biru menyembul halus dan detak jantung hampir tidak dapat dideteksi. Suara ambulan yang keluar dari divisi health care menyebabkan produksi sempat berhenti beberapa menit. Seluruh kantor membicarakan kejadian tersebut. Semakin lama ceritanya semakin tidak benar. Ada yang bilang Nic epilepsi, ada yang bilang keracunan makanan, ada yang bilang Nic kemasukan roh pabrik yang tahun ini belum mengambil jatah tumbal. Yang pasti snack meeting pagi itu tidak tersentuh.
Dokter tidak dapat memberikan diagnosa, sementara Nic dinyatakan koma. Seluruh alat bantu kehidupan dipasangkan di tubuhnya. Nic berbaring dengan wajah sangat pucat, hampir-hampir seperti mayat. Di luar kaca jendela ICU, beberapa rekannya berseragam kantor masih membicarakan kejadian yang terjadi.
"Tidak mungkin Nic epilepsi, pasti ada gejalanya. Biasanya tidak pernah terjadi apa-apa kan?", seorang perempuan berbicara dengan berbisik-bisik.
"Kalau menurutku kayaknya sih, yang diomongin pak Haji tadi benar. Dia pasti kesurupan, ototnya bisa mengerjang seperti itu. Tadi juga ada yang bilang matanya seperti membara saat melotot", sahut rekan yang lain.
"Sayang, padahal sedang lagi naik daun karirnya. Pasti hal kayak gini jadi pertimbangan kan? Tidak mungkin kan memberikan kepercayaan ke orang yang punya kelainan kayak gini. Semestinya manajemen mengambil ini sebagai pertimbangan", seorang yang lain menambahkan.
Ada sedikit nada kepuasan pada ucapannya. Seperti mengatakan bahwa ia nantinya siap untuk mengambil Nich projek yang sedang dijalankan.
ICU Room, 23.47
Nic masih terbaring pucat. Kali ini ia sendiri. Jam berkunjung telah lewat hampir tiga jam yang lalu. Ruangan ICU hampir seperti museum. Sunyi. Hanya suara halus mesin penyangga kehidupan yang secara ritmis memenuhi udara yang berbau alkohol.
Dokter di rumah sakit sudah angkat tangan, fenomena ini tidak pernah mereka temui sebelumnya. Denyut jantung turun hingga seperempat, haemoglobin hampir menginjak titik kritis bila tidak disupport oleh infus dan secara tiba-tiba naik ke tingkat yang dua kali normal saat supply darah diberikan. Denyut nafasnya sangat halus sehingga hampir-hampir tidak bernafas. Suhu tubuh turun hingga menyamai suhu tubuh seekor ular. Dari luar Nic seperti bayi ketuaan yang tidur di dalam inkubator dengan berbagai macam selang ditancapkan di tubuhnya. Ruangan itu sunyi, terisolasi, tampak mati. Satu-satunya tanda kehidupan adalah alat pantau denyut jantung, dan keranjang buah-buahan dan bunga-bunga yang bertuliskan semoga lekas sembuh.
Beberapa anggota keluarnya menunggu di ruangan tunggu ICU. Letih, mengantuk, mata sembab setelah seharian menangis. Tak pernah ada yang tahu ketika pintu ICU membuka sesaat kemudian tertutup lagi. Seperti angin melewati celah karang. Dan tak pernah ada yang sadar bahwa sesosok tubuh telah berdiri diujung dalam ruangan isolasiyang pencahayaannya temaram itu, memandang tubuh Nic yang terbaring lemah tanpa tanda tanda akan hidup.

No comments: